Minggu, 21 Agustus 2016

Filsafat MIPA: BAB VII Ilmu dan Kebudayaan

A. MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

1. Pengertian Manusia 
Secara bahasa, manusia berasal dari bahasa Sansekerta, “manu”, kalau dari bahasa latin “mens”, yang artinya berpikir, berakal budi, atau kita bias bilang kalau manusia adalah makhluk yang berakal budi. Maka dari itu, manusia melakukan semua kebutuhan hidupnya dengan akal dan budinya. Dan hal itu pula yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lain.Berikut adalah beberapa definisi manusia menurut para ahli:

a. I Wayan Watra
Manusia adalah makhluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa, dan karsa.

b. Socrates
Manusia adalah makhluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar.

c. Abineno J.I
Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi” yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana.
d. Nicolaus D. dan A. Sudiarja
Manusia adalah bhinneka, tetapi tunggal. Bhinneka karena ia adalah jasmani dan rohani tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
e. Upanisads
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh(atman), jiwa, pikiran, dan prana atau fisik.
f. Kees Bertens
Manusia adalah suatu makhluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan.
g. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany
Manusia adalah makhluk yang paling mulia, manusia adalah makhluk yang berfikir, dan manusia dalah makhluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi factor keturunan dan lingkungan.
h. Erbe Sentanu
Manusia adalah makhluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bias dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan makhluk yang lain.
i. Paula J. C. dan Janet W. K.
Manusia adalah makhluk yang terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unnggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.

2. Pandangan Filosofis tentang Manusia 

Sepanjang sejarah filsafat, para filosof mencari jawaban atas pertanyaan “manusia itu siapa?”. Pertanyaan tersebut tidak sepenuhnya sama dengan pertanyaan “manusia itu apa?”.pertanyaan yg terakhir ini lebih mau mencari dimana ‘tempat’ atau ‘wadah’ manusia di dalam realita, dimana seakan-akan para filosof ini mampu menempatkan diri diluar ‘realita’ tersebut untuk meninjaunya secara objektif. Sebaliknya pertanyaan “manusia itu siapa?” Lebih mendekati manusia dari sudut pandang pengalaman manusia itu sendiri. Dan dengan adanya kata ganti tanya siapa, menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yg khas. 

Pada umumnya diantara pandangan filosofis tentang manusia dapat dibedakan menjadi 2 hal berikut:

1. Manusia sebagai substansi
2. Manusia sebagai makhluk yg memiliki identitas, dimana identitas ini sendiri dibagi lagi menjadi:

- Identitas sebagai “keakuan”
- Identitas sebagai “kedirian”


3. Pengertian Kebudayaan 
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah”, bentuk jamak dari buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Atau kita bisa mengatakan bahwa budaya adalah cara hidup, cara berperilaku seseorang, sehingga budaya sangat erat katannya dengan kehidupan manusia. Berikut adalah beberapa definisi kebudayaan menurut para ahli:

a. A. L. Krober dan C. Kuckhon
Kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya
b. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya
c. Melville J. Herskovits
Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi lain, yang kemudian disebut superorganic
d. E. B. Taylor
Keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
e. Andreas Eppink
Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai social, norma social, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur social, religious, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic.
f. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri (Cultural-Determinism).

4. Unsur-unsur Kebudayaan 

C. Kluckhohn dalam karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture mengemukakan, bahwa ada 7 unsur kebudayaan universal, yaitu: 

1. System religi. Kepercayaan manusia terhadap Tuhan dan kepercayaan itu muncul karena danya kesadaran bahwa ada zat yang lebih tinggi dan maha kuasa. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan ini diwujudkan dalam berbagai upacara keagamaan.

2. System dan organisasi kemasyarakatan. System yang muncul karena kesadaran anusia bahwa dirinya adalah makhluk social dan bahwa dirinya adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga muncullah keinginan untuk saling berorganisasi.

3. System pengetahuan. System yang terlahir karena manusia diciptakan memiliki akal dan pikiran, dimana masing-masing memiliki pendapat yang berbeda, sehingga perlu untuk saling melengkapi pikiran masing-masing.

4. Bahasa. Sebagai makhluk social manusia perlu adanya komunikasi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Untuk bias saling berkomunikasi satu sama lain dibutuhkan adanya kesamaan pikiran tentang maksud yang ingin disampaikan. Maka dari itu, timbullah berbagai macam metode untuk bias saling bertukar pikiran, dimulai dari dengan hanya menggunakan asap, lalu kentongan, kemudian kode, lalu bahasa yang kita kenal hingga saat ini.

5. Kesenian. Selain kebutuhan fisik, manusia juga perlu untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Kesenian merupakan wujud karya yang diciptakan sebagai hasil kreasi dari pikiran dan rasa seseorang, sehingga dengan kesenian, manusia mampu untuk memuaskan batinnya.

6. System mata pencaharian. System ini timbul karena adanya naluri manusia untuk tetap bias bertahan hidup. Untuk itulah, dilakukan berbagai upaya yang bias menunjang kebutuhan hidup mereka, dan akhirnya lahirlah system ini.

7. System teknologi dan peralatan. System yang timbul karena manusia memiliki akal, sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain.


5. Hubungan Manusia dengan Kebudayaan 

Menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan, tapi juga cara memenuhi kebutuhannya tersebut. Kebudayaanlah yang menjadi garis pemisah antara manusia dan binatang.

Maslow mengidentifikasi 5 kelompok kebutuhan manusia, yaitu:
a. Fisiologi
b. Rasa aman
c. Harga diri
d. Afiliasi
e. Pengembangan potensi

Fisiologi dan rasa aman merupakan dua kategori yang terpusat oleh binatang secara instinktif. Sementara manusia yang tidak memiliki kemampuan instinktif, dan inilah yang menyebabkan manusia memiliki kemampuan utk belajar, berkomunikasi, dan menguasai obyek-obyek bersifat fisik. Hal ini juga disebabkan perkembangan inteligensi dan cara berpikir simbolik manusia yang jauh lebih baik.terlebih manusia memiliki budi sehingga menyebakan manusia mengembangkan suatu hubungan bermakna dengan alam sekitarnya dengan cara memberi penilaian terhadap objek dan kejadian. Pilihan nilai inilah yang mnejadi tujuan dan isi kebudayaan.

Pada dasarnya, tata hidup manusia merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak. Tata hidup manusia dapat ditangkap panca indra, sementara nilai budaya hanya ada dalam budi manusia. Nilai budaya dan tata hidup manusia tersebut ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini merupakan perwujudan fisik yg merupakan produk kebudayaan atau alat yg memberikan kemudahan dalam kehidupan.

Keseluruhan tersebut sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Kenapa? Sebagaimana menurut konsep yang dikemukakan oleh Freeman Butt dalam bukunya, Cultural History of Western Education, bahwa: Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan kebudayaan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal tersebut juga disebabkan karena semua materi yg terkandung dalam kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses belajar. Pendidikan sebagai motivator terwujudnya kebudayaan yang luhur, maka dari itu, pendidikan haruslah memiliki kontribusi yang besar terhadap kebudayaan agar bias memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, bahwa kualitas dari kebudayaan dari suatu Negara akan mempengaruhi kualitas masyarakat di negara itu sendiri, dimana kualitas dari kebudayaan dipengaruhi oleh kualitas pendidikan, karena kebudayaan merupakan hasil dari pendidikan. Menurut Hassan Langgulung dalam bahasannya mengenai pendidikan, bahwa pendidikan adalah aktivitas yang dikerjakan oleh pendidikan dan filsafat-filsafat untuk menjelaskan pendidikan, menyelaraskan, mengkritik, dan merubahnya berdasar pada masalah-masalah kontradiksi budaya.

Dengan adanya kebudayaan dalam kehidupan manusia maka manusia akan memanusiakan manusia. Apa maksudnya? Manusia tidak hanya sekedar homo, tetapi harus ditingkatkan menjadi human dengan cara memiliki prinsip, nilai, dan rasa kemanusiaan yang melekat pada dirinya. Memanusiakan manusia berarti sikap dan cara berprilaku manusia yang memperlihatkan dirinya sebagai seorang manusia, yaitu perilaku untuk menghargai dan menghormati harkat dan derajat manusia dengan cara tidak menindas sesame, tidak menghardik, tidak bersifat kasar, tidak menyakiti, dan perilaku buruk lainnya.


B. ILMU DAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL 

Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan, dan pengetahuan merupakan unsur kebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dalam kehidupan bernegara. Pengembangan kebudayaan nasional merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik disadari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan, pengembangan ilmu mempengaruhi jalannya kebudayaan.

Dalam pengembangan kebudayaan nasional, ilmu mempunyai peranan ganda yaitu sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional dan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa. Namun nyatanya fungsi ini sukar dibedakan.

a. Ilmu Sebagai Suatu Cara Berfikir 

Ilmu merupakan suatu cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah harus memenuhi persyaratan yang mencakup dua kriteria utama, yakni pertama, berpikir ilmiah harus mempunyai alur jalan pikiran yang logis. Dan kedua, pernyataan yang logis tersebut harus didukung oleh fakta empiris, fakta sebagai pernyataan yang benar secara ilmiah.

Kebenaran ilmiah tidak bersifat mutlak. Kebenaran ilmiah terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan.

Karakteristik dari ilmu ialah sifat rasional, logis, objektif dan terbuka. Sifat kritis merupakan karakteristik yang melandasi keempat sifat tersebut.

1. Rasional, ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
2. Logis, alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang telah ada.
3. Objektif, pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif.
4. Terbuka, mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.

b. Ilmu Sebagai Asas Moral 
Asas moral bagi kaum ilmuwan yakni meninggikan kebenaran dan pengabdian universal.

Ilmu bertujuan untuk mendapat kebenaran. Kriteria kebenaran pada hakikatnya bersifat otonom (berdiri sendiri) dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan. Hal ini sering menempatkan kaum ilmuwan dalam posisi yang bertentangan dengan pihak yang berkuasa yang mungkin mempunyai kriteria kebenaran yang lain. Kebenaran bagi kaum ilmuwan mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya. Ilmuwan tidak mengabdi pada golongan, ras, ideologi dan faktor faktor pembatas lainnya.

c. Nilai Nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional 

Sampailah pada tujuh nilai dari hakikat keilmuwan yakni, kritis, logis, objektif, terbuka, menjunjung kebenaran, dan pengabdian universal.

Dalam pembentukan karakter bangsa, bangsa Indonesia bertujuan menjadi bangsa yang modern. Bangsa yang modern akan menghadapi berbagai permasalahan yang membutuhkan cara permasalahan secara kritis, logis, objektif, terbuka. Sedangkan sifat menjunjung kebenaran, dan pengabdian universal akan merupakan faktor yang penting dalam pembinaan bangsa.

Pengembangan kebudayaan nasional adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional kearah yang lebih mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional.

Sebagai bangsa kita masih berada dalam tahap “menjadi” (instatu nascendi) dimana semangat pionir dan kepahlawanan masih diperlukan yang berkaitan erat dengan keberanian dan sikap sosial. Ilmu mengajari kita tentang keberanian moral untuk mempertahankan apa yang dianggap benar.

d. Ke Arah Peningkatan Peranan Keilmuan 

Mesti disadari bahwa keadaan masyarakat kita sekarang masih jauh dari tahap masyarakat yang berorientasi kepada ilmu. Ilmu masih merupakan koleksi teori-teori yang bersifat akademik yang sama sekali tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Maka, diperlukan langkah-langkah yang sistemik dan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan yang mengandung beberapa pemikiran sebagai berikut.

1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita. Harus ditempuh dengan pendekatan yang bersifat edukatif dan persuasif dengan menghindarkan konflik yang tidak perlu.

2. Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran.

3. Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menentukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.

4. Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Makin pandai seseorang dalam bidang keilmuan maka harus makin luhur landasan moralnya.

5. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat terutama yang menyangkut keilmuan. Pengembangan yang seimbang akan bersifat saling menunjang dan saling mengontrol terutama terhadap landasan epistemologis (metode) dan aksiologis (nilai) keilmuan.

6. Kegiatan otonom harus lah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan. Ilmu tidak dapat berkembng tanpa kontrol kaum ilmuwan sendiri, kata Bernard Barber, dan otonomi ini diberikan terhadap ilmu dalam dunia modern.

Sedangkan menurut Ardi (dalam Ihsan, 2010:251) langkah-langkah yang sistematik dalam mengembangkan kebudayaan sebagai berikut:

1. Ilmu dan kegiatan ilmuwan disesuaikan dengan kebudayaan yang ada dalam masyarakat kita, dengan pendekatan edukatif dan persuasif dan menghindari konflik-konflik, bertitik tolak dari reinterpretasi nilai yang ada dalam argumentasi keilmuwan.

2. Menghindari scientisme dan pendasaran terhadap akal sebagai satu-satunya kebenaran.

3. Meningkatkan integritas ilmuwan dan lembaga keilmuwan dan melaksanakan dengan konsekuen kaidah moral kegiatan keilmuwan.

4. Pendidikan keilmuwan sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Etika dalam kegiatan keilmuwan mempunyai kaidah imperatif.

5. Pengembangan ilmu disertai pengembangan bidang filsafat. Filsafat ilmu hendaknya diberikan di pendidikan tinggi . Walaupun demikian kegiatan ilmiah tidak lepas dari kontrol pemerintah dan kontrol masyarakat.

Namun ini bukan berarti kegiatan keilmuan harus bebas dari sistem kehidupan. Seorang ilmuan tidak akan terlepas dari kehidupan sosial, ideology dan agama, walaupun tidak mengikat namun seorang ilmuan harus memperhatikan norma-norma yang berlaku pada masing daerah.

Pada hakikatnya semua unsur kebudayaan harus diberi otonomi dalam menciptakan paradigma mereka snediri. Paradigma agar bisa berkembang dengan baik membutuhkan dua syarat yakni kondisi rasionalitas dan kondisi psiko-sosial kelompok. Kondisi rasionalitas menyangkut dasarnpikiran paradigma yang berkaitan dengan makna, hakikat, dan relevansinya dengan permasalahannya yang dihadapi. Sedangkan kondisi psiko-sosial menyangkut keterlibatan dan ketertarikan semua anggota kelompok dalm mengembangkan dan melaksanakan paradigma tersebut.

Walaupun demikian tidak berarti bahwa kegiatan keilmuan harus terlepas dari kontrol pemerintah dan masyarakat. Hal ini tidak dikehendaki justru berbahaya.


FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Prof. Dr. H. Jalaluddin

Predikat yang dianggap berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang disandang manusia seperti homo educandum, homo faber, homo mensura. Sebutan homo educandum mengindikasikan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berkembang. Dengan predikat homo faber, atau manusia tukang (Soedjatmoko, 1984: 84), menunjukan manusia sebagai makhluk yang kreatif. Tesis-tesis kejiwaan ini menyatu sebagai homo mensura, yakni makhluk penilai (Abd Halim Soebahar, 2002: 32)

Tiap kebudayaan di dunia, memiliki unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal. Adapun unsur yang disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan itu adalah : 1)Bahasa; 2)Sistem Pengetahuan; 3)Organisasi Sosial; 4)Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi; 5)Sistem Mata Pencaharian; 6)Sistem Religi; dan 7)Kesenian. Tiap unsur kebudayaan universal ini menjelma dalam tiga wujud, yaitu wujud sistem budaya, wujud sistem sosial, dan wujud kebudayaan fisik (Koentjaraningrat: 164-165)


FILSAFAT ILMU
SEJARAH & RUANG LINGKUP BAHASAN
Jerome R. Ravertz

Secara ringkas hubungan antara ilmu dan bagian lain kebudayaan; yakni, tentang relevansi pengetahuan ilmiah kepada lingkungan –lingkungan pengalaman dan perhatian dan, sebaliknya tentang signifikansi yang lebih luas, pertimbangan-pertimbangan praktis untuk pengertian manusia mengenai teori itu sendiri.


LOGIKA MATERIIL
FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Drs. H. Burhanuddin Salam

Sejarah Indonesia sekarang harus pula memiliki suatu dasar pokok yang merupakan landasan kegiatan ilmiahnya. Bagi sejarah Indonesia, tidak sulit untuk mentapkan apa yang mnejadi landasan kegiatan ilmiahnya karena kita diberkati “Pancasila” yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, dari mana kita dapat memperoleh kebijaksanaan. Bagi landasan kegiatan ilmiah bagi bangsa Indonesia, seyogyanya ialah sebagai berikut :

1. Atas dasar pandangan bahwa adanya suatu kebenaran yang universal – objektif.
2. Atas dasar pandangan bahwa ilmu pengetahuan itu akan mempertinggi kewahanaan bangsa Indonesia dalam penghidupan kerohanian.
3. Atas dasar pandangan kemanfaatan bagi masyarakat dan umat manusia dan pada akhirnya yang paling pragmatis, ialah pengabdian kepada akselerasi modernisasi pembangunan nasional Indonesia.

C. DUA POLA KEBUDAYAAN 

• C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang mengingatkan negara-negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat ilmuwan dan non-ilmuwan, yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi.

• Dalam bidang keilmuan, di negara kita telah mengalami polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini di dasarkan kepada kecenderungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan ilmu ke dalam dua golongan yaitu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Perbedaan ini semakin tajam seolah-olah kedua golongan ilmu ini membentuk dirinya sendiri yang masing-masing terpisah satu sama lain.

• Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol. Objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidakpernah mengalami perubahan dengan baik dalam perspektif waktu maupun tempat.

• Ilmu-ilmu sosial menghadapi dua masalah yaitu :

1. sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur panjang sebuah logam.

2. banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia

3. Masalah ini menyebabkan ilmu-ilmu alam relatif maju dalam analisis kuantitatif dibanding dengan ilmu-ilmu sosial. Sekiranya teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, seperti juga ilmu-ilmu alam, maka mau tidak mau jawaban yang diberikan ilmu-ilmu sosial harus makin bertambah cermat dan tepat. Jelaslah bahwa ilmu termasuk ilmu-ilmu sosial harus berkembang kearah ilmu yang kuantitatif kalau mau mempertahankan diri sebagai pengetahuan yang fungsional dalam peradaban manusia. Untuk itu, memang harus diperlukan usaha yang lebih sungguh-sungguh dari ilmuan bidang sosial. Makalah pengukuran yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan pengetahuan matematika dan statistika yang lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam.

4. Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini sayangnya masih terdapat di Indonesia. Hal ini dicerminkan dengan adanya ilmu pasti-alam dan sosial-budaya dalam sistem pendidikan kita. Adanya pembagian jurusan ini merupakan hambatan psikologis dan intelektual bagi pengembangan keilmuan di negara kita.

Argumentasi yang sering dikemukakan sebagai eksistensi pembagian jurusan ini didasarkan pola dua asumsi, yaitu :

1. bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda dalam dunia

pendidikan matematika yang mengharuskan kita mengembangkan pola pendidikan yang berbeda-beda pula.

2. ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan matematika

dapat menjurusan keahliannya di bidang keilmuan itu. Asumsi kedua ini sudah ketinggalan zaman dan tidak dapat dipertahankan lagi.

• Raiso de’etre yang menjadi argumentasi pembagian jurusan ini adalah asumsi yang pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda dalam pendidikan matematika yang mengharuskan kita mengembangakan pola pendidikan yang berbeda pula.

• Sistem pendidikan telah dipola sedemikian rupa sehingga justru yang kuat dalam matematika dan statistika malah disalurkan kepada ilmu-ilmu alam.

• Adapun tujuan pokok dalam pendidikan matematika yaitu:

1. Pendidikan Analitik

maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematika yang memungkinkan suatu analisis sampai terbentuknya rumus statistikatersebut.

2. Pendidikan Simbolik

maka yang penting pengetahuan mengenai kegunaan rumus tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak secara seluruhnya merupakan analisis matematik.

• Pendekatan pendidikan matematika ini tidak akan bisa memecahkan semua persoalan. Namun, paling tidak terdiri suatu jalan keluar yang pragmatis dari dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita. Yang pasti adalah bahwa dalam tahap perkembangan sekarang ini pembagia jurusan dalam sistem pendidikan kita berdasarkan bidang keilmuan sudah tidak dapat dipertahankan lagi.



DAFTAR PUSTAKA


Suriasumantri, S. Jujun. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2005.

Poespawardojo, Soerjanto dan Bertens, Keens. Sekitar Manusia Bunga Rampai tentang

Filsafat Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1979.

A. Sudiarja, dkk. Karya Lengkap Drikarya: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

www.vanillabluse.blogspot.com

https://sanusiadam79.wordpress.com

http://yosiabdiantindaon.blogspot.co.id/2012/04/dua-pola-kebudayaan.html

http://www.m-edukasi.web.id/search/label/makalah%20ilmu%20dan%20kebudayaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar